Masya Allah, Kisah Dibalik Selamatnya Pesawat Dari Pendaratan Darurat Di Sungai Berkat Anak Yatim
Ingat pendaratan darurat pesawat Garuda Indonesia di sungai Bangawan Solo? Ya, itu terjadi 19 tahun yang lalu. Namun, mengingat kejadian yang baru-baru ini terjadi pada tragedi pesawat Sriwijaya Air beberapa hari yang lalu, menarik untuk mengingat kembali kejadian tersebut.
Pesawat Boeing 737-300 tersebut diterbangkan oleh Pilot Captain Abdul Razak, dengan rute dari Bandara Selaparang, Lombok menuju Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta.
Saat itu, pesawat berada di ketinggian 23.000 kaki dan sedang menembus awan Comunilimbus (awan hitam tebal yang mengandung petir dan menutupi mata).
Saat itu tiba-tiba mesin pesawat mati total. Pesawat itu jatuh dengan tajam. Dalam ilmu aeronautika, peristiwa semacam itu tidak memiliki peluang untuk aman. Namun kehendak Allah SWT berkata lain, pesawat bisa melakukan pendaratan darurat di Sungai Bengawan Solo. Hanya satu korban, seorang pramugari, yang tidak terselamatkan.
Berikut beberapa wawancara dengan Abdul Razak yang lahir di Semarang, Jawa Tengah di kediamannya.
Bisakah Anda memberitahu saya bagaimana pendaratan darurat itu terjadi?
Saat mesin pesawat mati dan meluncur turun di ketinggian 23.000 kaki hingga 8.000 kaki, saya sudah mengirimkan pesan, "Mayday...mayday." Namun jawaban tak kunjung datang dan akhirnya saya pasrah pada kehendak Tuhan. Ketika saya menyerah meledak di lubuk hati saya, saya mengucapkan takbir, "Allahu Akbar! Allah Maha Besar! Allah Maha Besar!."
Subhanallah, seketika pesawat keluar dari awan Comunilimbus dan saya bisa melihat dengan jelas apa yang ada di depan saya. Saya sangat percaya bahwa yang mengeluarkan pesawat saat itu dan menjaga agar pesawat tetap stabil di udara tidak lain adalah kuasa Allah, karena mesin pesawat mati total.
Apa yang ada di pikiran Anda saat pesawat dalam kondisi seperti itu?
Yang ada di pikiran saya saat itu adalah banyak dosa dan bayangan maut. Alhamdulillah, saya segera menyadari bahwa itu adalah tanggung jawab saya untuk menjaga keselamatan semua penumpang. Keputusan yang saya ambil kemudian menjadikan Bengawan Solo sebagai landasan pendaratan terakhir, dan itu semua atas izin Allah SWT.
Entah dari mana datangnya kekuatan yang bisa membuatku memutar pesawat agar tidak menabrak jembatan besi yang membentang di sungai itu, kecuali juga dari Allah.
Setelah kecelakaan itu berlalu, saya mencoba memikirkan kembali pesan apa yang ingin Allah sampaikan melalui kejadian ini dan mengapa saya diselamatkan.
Saya merasa mungkin Allah ingin saya lebih bersyukur dan memanfaatkan waktu yang masih diberikan kepada saya untuk mengasuh anak yatim dengan baik.
Apakah kejadian ini membuat perbedaan dalam hidup Anda dan keluarga Anda?
Ada begitu banyak hal yang berubah dalam hidup saya, tentu saja, saya telah mengalami hal-hal positif. Saya menjadi lebih berhati-hati dalam menjalani hidup. Saya mulai menyimpang sedikit, hati nurani saya segera memperingatkan saya.
Pengendalian diri saya atas tindakan yang mengundang murka Tuhan semakin kuat. Mungkin inilah dampak positif yang dirasakan oleh orang-orang yang pernah merasa dekat dengan kematian. Saya semakin bersyukur atas semua berkat yang Tuhan berikan dalam hidup saya.
Setelah kecelakaan, apakah Anda merasa trauma saat menerbangkan pesawat?
Oh ya. apalagi terbang, melihat pesawat saja sudah takut. Saya membutuhkan enam bulan terapi pemulihan. Relatif cepat karena ada teman yang sampai setahun, bahkan sekarang ada yang masih harus dirawat di rumah sakit karena kakinya terluka parah.
dukungan dari keluarga saya membuat saya percaya bahwa saya dapat kembali ke profesi saya seperti sebelumnya. Kematian bisa datang kepada semua orang dalam kondisi apapun dan dimanapun, tidak hanya pada seseorang yang bekerja di udara.
Kamu terlihat sangat religius (religius), meski banyak yang mengira bahwa profesi pilot lebih dekat dengan kemewahan dan dunia glamor. Apa pendapat Anda?
Mungkin bagi sebagian pilot, pendapat itu ada benarnya. Namun, pendapat ini juga salah bagi beberapa pilot lainnya. Itu semua tergantung pada individu. Bisa jadi pilot dekat dengan dunia glamor karena ada beberapa teman yang merasa lebih superior dari profesinya. Yah… diketahui bahwa tempat kerja mereka “selalu di atas”.
Namun, bagi pilot yang sadar bahwa saat berada di puncak, peluang untuk bertahan hidup sangat tipis. Ketika berada ribuan kaki di atas langit, tidak ada orang lain yang diharapkan untuk membantu jika terjadi kecelakaan.
Mampu terbang dan mendarat dengan selamat dan selamat hanya beberapa persen saja, selebihnya adalah anugrah Tuhan. Kesadaran ini mungkin tidak dimiliki oleh pilot yang masih lekat dengan dunia.
Bagaimana Anda membesarkan anak yatim di rumah?
Ketika saya pergi umrah pada tahun 2000 saya berdoa agar saya diberi kesempatan untuk mengurus anak yatim. Saya memanjatkan doa ini karena saya sangat yakin bahwa rumah yang paling baik adalah rumah yang memiliki anak yatim, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
Tuhan menjawab doaku. Saya membawa seorang bayi tukang kebun di kompleks perumahan saya yang ibunya meninggal. Sekarang dia berumur 20 tahun.
Posting Komentar
Posting Komentar