Para Istri Harus Tahu ! Menikah Lagi Tanpa Izin Istri Pertama, Suami dan Istri Keduanya Terancam Kurungan 7 Tahun Penjara
Seorang istri berinisial AKS, warga Banjar Samblong, Desa Yehsumbul, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, melaporkan suaminya KG (47) ke polisi karena menikahi PS (46) tanpa sepengetahuannya.
KG dan PS menikah secara adat Bali pada Agustus 2018 dan tinggal serumah dengan AKS.
Kasus perkawinan tanpa izin istri berakhir di pengadilan. KG dan PS juga ditahan di Rutan Kelas II B Negeri.
Kasus ini disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) pada Senin (8/7/2019) dengan agenda keterangan saksi.
AKS mengetahui suaminya tinggal satu atap dengan rumah mertuanya yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya.
"Saya baru tahu sejak dibawa ke rumah Agustus 2018 lalu. Kami sudah hampir setahun hidup bersama," kata AKS kepada Ketua Majelis Hakim Haryuning Respanti.
AKS mengaku menikah dengan KG pada tahun 2000 dan memiliki seorang putra yang kini telah dewasa.
Meski mengaku tidak memiliki akta nikah dengan KG, ia termasuk dalam KK.
Perkawinan itu sah di hadapan pemuka agama dan memiliki surat yang sah dari desa. "Saya enggak pernah kasih izin. Pas pulang saya tanya, katanya nikah lagi. Saya marah banget. Tapi saya enggak mau ribut, kasihan mertua lama," jelasnya.
KG dan PS ternyata dinikahkan secara adat oleh LPS, bibi KG yang tinggal di Yehsumbul, tidak jauh dari rumahnya.
Keduanya dinikahkan dengan sesajen Bayokala agar hubungan mereka tidak kotor.
Setelah menikah secara adat, KG dan PS pergi ke merajan dadia (keluarga) KG untuk maturanpiuning (meminta izin dan berdoa kepada leluhur).
"Saya didatangi dia (KG). Dia sepupu saya. Lalu dia bilang mau nikah (kawin lagi). Saya tanya, dia sudah minta izin. Katanya waktu itu, dia sudah minta izin," dijelaskan LPS.
Setelah menikah, menurut LPS, KG dan PS pergi ke Buleleng untuk memetik cengkeh.
Ia mengaku belum memastikan kebenaran pengakuan KG bahwa dirinya telah mendapat restu dari istri pertamanya.
"Ya, saya tidak sempat berbicara dengan istrinya. Itu keponakan saya. Jadi saya percaya saja. Sekarang saya tahu kalau belum minta izin," kata LPS.
Saksi ahli perkawinan yang juga ketua PHDI Jembrana, I Komang Arsana, menyatakan perkawinan antara KG dan PS adalah sah.
Suatu perkawinan sah apabila ada tiga orang saksi, yaitu Saksi Dewa, Saksi Bhuta, dan Saksi Manusa.
Menurutnya, KG dan PS telah melakukan Dewa Saksi, yaitu meminta izin kepada Tuhan agar mereka dapat memiliki hubungan atau hidup seperti suami istri yang sah.
“Kalau nikah karena sudah ada Tuhan Saksi, maka sah,” ujarnya.
Namun, lanjut Arsana, lebih dari satu perkawinan dapat dilakukan ketika istri atau suami sakit parah, istri tidak dapat melahirkan, dan yang ketiga mendapat persetujuan dari istri pertama.
Persetujuan oleh istri bahkan lebih kuat jika dituangkan dalam bentuk tertulis.
"Kalau tidak ada izin, itu pelanggaran," katanya.
Dalam sidang dakwaan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Gede Gatot Hariawan mengatakan KG menikah dengan PS pada Agustus 2018.
Pernikahan berlangsung di Banjar Kebebeng, Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo.
Terdakwa terjerat dalam pidana umum pasal 279 ayat 1 KUHP tentang Perkawinan.
"Terdakwa menikah meski masih terikat dengan istri sahnya," kata Gatot.
Dalam dakwaan terungkap bahwa terdakwa KG dan PS masih berhubungan dan saling jatuh cinta.
PS sudah menjanda sejak 2017. Kepada PS, KG mengaku sudah mendapat restu dari istri pertamanya.
"Terdakwa KG mengundang Terdakwa PS untuk melangsungkan pernikahan pada Agustus 2018 dengan mengaku telah mendapat izin dari saksi (istrinya)," ujarnya.
Gatot menjelaskan, terdakwa PS dijerat pasal yang sama namun dengan poin yang berbeda.
"Terdakwa mengetahui berdasarkan surat hukum tertanggal 15 Maret 2019 bahwa terdakwa KG belum resmi menceraikan istrinya. Ancaman keduanya 7 tahun penjara," kata Gatot.
Sidang perkara nikah siri ini dipimpin oleh Hakim Agung Haryuning Respanti dengan anggota hakim Mohammad Hasanuddin Hefni dan Fakhrudin Said Ngaji.
Posting Komentar
Posting Komentar